ok saya akan lanjut ke cerita renungan part 2
Hari ini, tepatnya Kamis 10 November 2011 adalah Hari Pahlawan yang diperingati seluruh bangsa Indonesia. Kita kembali menundukkan kepala sejenak untuk mengheningkan cipta seraya memohon agar arwah mereka diterima di sisi-Nya. Atas jasa-jasa dan pengorbanan para pahlawan, kita bisa menghirup alam kemerdekaan yang diidam-idamkan semua orang.
Dan sekadar ''Flashback", peringatan ini terinspirasi dari pertempuran Surabaya yang merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Sudah 66 tahun Indonesia merdeka. Berarti kita secara formal sudah memperingati Hari Pahlawan 66 kali. Namun, apakah dengan peringatan sebanyak itu jiwa kita bisa secara otomatis tertanam semangat kepahlawanan seperti para pejuang di masa lalu? Tidak dimungkiri, begitu banyak di antara kita yang belum atau tidak paham dengan arti pahlawan atau kepahlawanan.
Kini saatnya kita benahi semua kekurangan itu. Memperingati Hari Pahlawan tidak cukup hanya dengan mengheningkan cipta, yang itu pun sering tidak khidmat. Begitu pula, memperingati hari nasional itu jangan hanya dengan mengingat-ingat tokoh seperti Pangeran Diponegoro, Tjoet Njak Dien, Jenderal Sudirman, Proklamator Soekarno-Hatta, dan pahlawan revolusi.
Seharusnya tentu lebih dari itu. Di antara mereka banyak yang wafat tanpa bisa dikenali lagi atau yang kini masih bisa bertahan hidup dengan anggota tubuh yang tidak lengkap lagi. Lebih miris lagi, mereka yang kebanyakan dari veteran ini hidup serbakekurangan. Bahkan, ada pula yang harus terusir dari rumahnya karena menempati tanah negara.
Kita tentu tidak ingin hal yang buruk itu berlanjut. Sudah saatnya negara lebih berpihak dan memperhatikan mereka. Kita sebagai generasi baru patut berterima kasih atas perjuangan mereka yang tanpa pamrih. Jiwa kepahlawanan mereka sudah sepantasnya memberi inspirasi dalam mengisi kemerdekaan ini. Bukannya malah semakin memudar tergilas oleh zaman.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri renungan suci di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, dalam rangkaian HUT ke-66 Kemerdekaan RI menyatakan, kepada para pahlawan yang tidak dikenal namanya dan tersebar di berbagai tempat, pemerintah menyatakan hormat yang sebesar-besarnya atas keikhlasan dan kesucian pengorbanan mereka dalam mengabdi dan berjuang demi kebahagiaan nusa dan bangsa.
Benar, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Bagaimanapun, perjuangan mereka yang tak kenal lelah diiringi air mata dan darah, terbukti telah mampu mengusir kebengisan penjajah Belanda yang berkuasa selama 350 tahun dan Jepang selama 3,5 tahun. Kini, zaman telah berganti, kepahlawanan tidak diukur hanya dengan senjata atau bambu runcing, bukan lagi mengusir penjajah bangsa asing. Akan tetapi, mengusir kebodohan, kemalasan, kemiskinan, dan ketidakmampuan di segala bidang.
Kita juga harus sepakat bahwa pahlawan akan terus lahir sesuai zamannya. Untuk saat ini, yang sangat dibutuhkan adalah orang-orang tidak korup dan tentu tidak berbuat kolusi maupun nepotisme. Kita jugalah yang akan membawa bangsa Indonesia lepas dari keterpurukan. Kita harus memiliki jiwa ksatria, berkorban, dan tanpa pamrih untuk membangun bangsa yang terhormat dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia ini.
Semoga !
Hari ini, tepatnya Kamis 10 November 2011 adalah Hari Pahlawan yang diperingati seluruh bangsa Indonesia. Kita kembali menundukkan kepala sejenak untuk mengheningkan cipta seraya memohon agar arwah mereka diterima di sisi-Nya. Atas jasa-jasa dan pengorbanan para pahlawan, kita bisa menghirup alam kemerdekaan yang diidam-idamkan semua orang.
Dan sekadar ''Flashback", peringatan ini terinspirasi dari pertempuran Surabaya yang merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
Sudah 66 tahun Indonesia merdeka. Berarti kita secara formal sudah memperingati Hari Pahlawan 66 kali. Namun, apakah dengan peringatan sebanyak itu jiwa kita bisa secara otomatis tertanam semangat kepahlawanan seperti para pejuang di masa lalu? Tidak dimungkiri, begitu banyak di antara kita yang belum atau tidak paham dengan arti pahlawan atau kepahlawanan.
Kini saatnya kita benahi semua kekurangan itu. Memperingati Hari Pahlawan tidak cukup hanya dengan mengheningkan cipta, yang itu pun sering tidak khidmat. Begitu pula, memperingati hari nasional itu jangan hanya dengan mengingat-ingat tokoh seperti Pangeran Diponegoro, Tjoet Njak Dien, Jenderal Sudirman, Proklamator Soekarno-Hatta, dan pahlawan revolusi.
Seharusnya tentu lebih dari itu. Di antara mereka banyak yang wafat tanpa bisa dikenali lagi atau yang kini masih bisa bertahan hidup dengan anggota tubuh yang tidak lengkap lagi. Lebih miris lagi, mereka yang kebanyakan dari veteran ini hidup serbakekurangan. Bahkan, ada pula yang harus terusir dari rumahnya karena menempati tanah negara.
Kita tentu tidak ingin hal yang buruk itu berlanjut. Sudah saatnya negara lebih berpihak dan memperhatikan mereka. Kita sebagai generasi baru patut berterima kasih atas perjuangan mereka yang tanpa pamrih. Jiwa kepahlawanan mereka sudah sepantasnya memberi inspirasi dalam mengisi kemerdekaan ini. Bukannya malah semakin memudar tergilas oleh zaman.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri renungan suci di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, dalam rangkaian HUT ke-66 Kemerdekaan RI menyatakan, kepada para pahlawan yang tidak dikenal namanya dan tersebar di berbagai tempat, pemerintah menyatakan hormat yang sebesar-besarnya atas keikhlasan dan kesucian pengorbanan mereka dalam mengabdi dan berjuang demi kebahagiaan nusa dan bangsa.
Benar, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Bagaimanapun, perjuangan mereka yang tak kenal lelah diiringi air mata dan darah, terbukti telah mampu mengusir kebengisan penjajah Belanda yang berkuasa selama 350 tahun dan Jepang selama 3,5 tahun. Kini, zaman telah berganti, kepahlawanan tidak diukur hanya dengan senjata atau bambu runcing, bukan lagi mengusir penjajah bangsa asing. Akan tetapi, mengusir kebodohan, kemalasan, kemiskinan, dan ketidakmampuan di segala bidang.
Kita juga harus sepakat bahwa pahlawan akan terus lahir sesuai zamannya. Untuk saat ini, yang sangat dibutuhkan adalah orang-orang tidak korup dan tentu tidak berbuat kolusi maupun nepotisme. Kita jugalah yang akan membawa bangsa Indonesia lepas dari keterpurukan. Kita harus memiliki jiwa ksatria, berkorban, dan tanpa pamrih untuk membangun bangsa yang terhormat dalam pergaulan bangsa-bangsa di dunia ini.
Semoga !
ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِين
0 comments:
Post a Comment
blog ini Do Follow. jangan nyepam dong!!!